Pages

Recent Post

Slider

Fashion

Ayo Nulis, Ayo Ngeblog

Terlecut oleh tulisan dari situs PP. Lirboyo yang mengatakan "Santri sekarang nggak gaptek, soal internet semuanya melek, tapi janggal, yang dibuka cuma media sosial... ^_^ AYO NULIS, AYO NGEBLOG"
sudah seharusnya sebagai seorang santri masa kini yang faham teknologi (baca: Melek internet) untuk dakwah melalui internet. Jangan melulu berhubungan dengan kitab kuning, media sosial (Facebook, Twitter, instagram, dan lain sebagainya) saja. tetapi harus lebih jauh untuk dakwah memalui tulisan tulisan. Simak Blognya KH. A. Musthofa Bisri (www.gusmus.net), KH. Abdul Nashir Fattah (alfathimiyyah.net) yang aktif menulis di blognya dengan berbagai ilmu ilmu agama. Akan sangat naif jika kita, sebagai kaum santri muda, tidak produktif menulis sebagaimana beliau. kenapa? Zaman semakin maju dan dakwah secara face to face akan semakin berkurang. Banyak dari orang islam sekarang lebih memilih membuka google dalam mendalami ilmu agama ketimbang ngaji langsung kepada ahli agama yang notabene sudah diajarkan oleh kanjeng nabi melalui diskusi-diskusi beserta sahabat-sahabatnya. inilah yang membuat rancau dikarenakan ilmu agama haruslah mutawattir sanadnya sampai Kanjeng Nabi Muhammad SAW, bukan melalui media sosial ataupun internet yang sanadnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. apalagi menyangkut permasalahan agama yang menjadi kewajiban kita sehari-hari. duh !!
di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, yang saya tau, Sudah menjadi adat istiadat untuk kelas akhir Aliyah membuat sebuah karya, entah terjemahan, kodifikasi fan ilmu atau yang lainnya. seandainya tidak mempunyai sebuah karya, meskipun cuma satu, akan terasa gengsi untuk menyebut dirinya lulusan Lirboyo. yaah itulah Pondok Pesantren Lirboyo. Saya yang mondok di Pesantren Bahru Ulum Tambakberas Lulusan Madrasah Mu'allimin Mu'allimat Tambakberassekaligus sangat bagaimana gitu (tidak bisa mengungkapkan dalam kata-kata), tidak mempunyai sebuah karya ilmiyah. Padahal menurut kata-kata yang pernah saya dengar, "menulislah, maka kamu hidup". Duh, kena lagi deh saya.
Tidak dianggap hidup jika dia tidak menulis. Itulah makna kehidupan. Terbukti dengan karya-karya ulama salaf, Sebut saja Imam Malik bin Ahmad dengan Kitab Muwattho'-nya, Imam Al Ghazali dengan Masterpeace nya, Ihya' Ulumuddin. Imam Asy Syafi'i dengan Kitab Ar Risalah-nya. WOW !! Sudah berapa ratus tahun sejak karya beliau dipublikasikan kepada seluruh santrinya hingga sekarang tetap dipakai. Subahanallah !! Beliau Menulis, Maka beliau tetap hidup hingga sekarang.
Sudahlah, untuk kita sebagai penerus Ulama' Klasik harus terus berinovasi dalam berdakwah, cara konvensional, Internet, semuanya lah tanpa terkecuali. Wallahu A'lam
READ MORE - Ayo Nulis, Ayo Ngeblog

Kata Mutiara Imam Asy Syafi'i - Merantau Untuk Mencari Ilmu

تَجِدْ عِوَضًا عَمَّنْ تُفَارِقُهُ * وَانْصَبْ فَإِنَّ لَذِيْذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ الْمَاءِ يُفْسِدُهُ * إِنْ سَاحَ طَابَ وَإِنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
وَالأُسُدُ لَوْلاَ فِرَاقُ الأَرْضِ مَا افْتَرَسَتْ * وَالسَّهْمُ لَوْلاَ فِرَاقُ الْقُوْسِ لَمْ يُصِبِ
وَالشَّمْسُ لَوْ وَقَفَتْ فِي الْفُلْكِ دَائِمَةً * لَمَلَّهَا النَّاسُ مِنْ عُجْمٍ وَمِنْ عَرَبِ
وَالتِّبْرُ كَالتُّرَابِ مُلْقًى فِي أَمَاكِنِهِ * وَالْعُوْدُ فِي أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنَ الْحَطَبِ
فَإِنْ تَغَرَّبَ هَذَا عَزَّ مَطْلَبُهُ * وَإِنْ تَغَرَّبَ ذَاكَ عَزَّ كَالذَّهَبِ

Merantaulah, engkau akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang kautinggalkan; dan bekerja keraslah karena sesungguhnya kelezatan hidup itu ada dalam kerja keras
 
Sungguh aku melihat menggenangnya air itu akan membuatnya rusak; jika ia mengalir maka ia menjadi bagus, dan jika tidak mengalir maka dia tidak bagus
 
Singa-singa itu, andaikan tidak pernah meninggalkan sarangnya, dia tidak akan mendapatkan mangsa; dan anak panah takkan pernah mengenai sasaran jika tidak meninggalkan busurnya
 
Matahari itu, andaikan dia berhenti terus di orbitnya; pasti semua manusia akan menjadi bosan kepadanya, baik orang ‘Ajam maupun Arab
 
Bijih emas itu tidak ada bedanya dengan tanah biasa di tempat-tempat asalnya; sedangkan cendana adalah sejenis kayu bakar saja di negeri asalnya
 
Jika bijih emas itu meninggalkan negeri asalnya, maka menjadi mahal harganya; dan jika kayu cendana itu meninggalnya negeri asalnya maka ia pun semahal emas    

READ MORE - Kata Mutiara Imam Asy Syafi'i - Merantau Untuk Mencari Ilmu

Hujjah diperbolehkannya Maulid Nabi

SEJARAH PERINGATAN MAULID NABI
Siapakah orang yang pertama menyambut maulid Nabi???
Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah Iraq sekarang), bernama Muzhaffaruddin al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:
“Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang berani, pahlawan,` alim dan seorang yang adil -semoga Allah merahmatinya-”.
Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al-Jauzi bahawa dalam peringatan tersebut Sultan al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ dalam bidang ilmu fiqh, ulama’ hadits, ulama’ dalam bidang ilmu kalam, ulama’ usul, para ahli tasawwuf dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan mawlid Nabi beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama’ saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandang dan menganggap baik perayaan maulid Nabi yang dibuat untuk pertama kalinya itu.
Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A`yan menceritakan bahawa al-Imam al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Moroco menuju Syam dan seterusnya ke menuju Iraq, ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijrah, beliau mendapati Sultan al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh kerana itu, al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “al-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Sultan al-Muzhaffar.
Para ulama’, semenjak zaman Sultan al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahawa perayaan maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh al-Hadits telah menyatakan demikian. Di antara mereka seperti al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H), al-Hafizh al-’Iraqi (W. 806 H), Al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani (W. 852 H), al-Hafizh as-Suyuthi (W. 911 H), al-Hafizh aL-Sakhawi (W. 902 H), SyeIkh Ibn Hajar al-Haitami (W. 974 H), al-Imam al-Nawawi (W. 676 H), al-Imam al-`Izz ibn `Abd al-Salam (W. 660 H), mantan mufti Mesir iaitu Syeikh Muhammad Bakhit al-Muthi’i (W. 1354 H), Mantan Mufti Beirut Lubnan iaitu Syeikh Mushthafa Naja (W. 1351 H) dan terdapat banyak lagi para ulama’ besar yang lainnya. Bahkan al-Imam al-Suyuthi menulis karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid”. Karena itu perayaan maulid Nabi, yang biasa dirayakan di bulan Rabi’ul Awwal menjadi tradisi ummat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.
Hukum Peringatan Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam yang dirayakan dengan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah dan kebaikan kebaikan yang agung. Tentu jika perayaan tersebut terhindar dari bid`ah-bid`ah sayyi-ah yang dicela oleh syara’. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan pada permulaan abad ke 7 Hijrah. Ini bererti perbuatan ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak bererti hukum perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram. Kerana segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam atau tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam sendiri. Para ulama’ menyatakan bahawa perayaan Maulid Nabi adalah sebahagian daripada bid`ah hasanah (yang baik). Ertinya bahawa perayaan Maulid Nabi ini merupakan perkara baru tetapi ia selari dengan al-Qur’an dan hadith-hadith Nabi dan sama sekali tidak bertentangan dengan keduanya.
Dalil-Dalil mengenai Peringatan Maulid Nabi
Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadith nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari`at Islam. Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
“مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ”. (رواه مسلم في صحيحه)”.
Ertinya:
“Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa dikurangkan pahala mereka sedikitpun”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya).
Faedah daripada Hadith tersebut:
Hadith ini memberikan kelonggaran kepada ulama’ ummat Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam untuk melakukan perkara-perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah, Athar (peninggalan) mahupun Ijma` ulama’. Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian bererti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, bererti ia telah mempersempit kelonggaran yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada zaman Nabi.
2. Dalil-dalil tentang adanya Bid`ah Hasanah yang telah disebutkan dalam pembahasan mengenai Bid`ah.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim di dalam kitab Shahih mereka. Diriwayatkan bahawa ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram). Rasulullah bertanya kepada mereka: “Untuk apa mereka berpuasa?” Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari ditenggelamkan Fir’aun dan diselamatkan Nabi Musa, dan kami berpuasa di hari ini adalah karena bersyukur kepada Allah”. Kemudian Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
“أَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ”.
Ertinya:
“Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (orang-orang Yahudi)”.
Lalu Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat baginda untuk berpuasa.
Faedah daripada Hadith tersebut:
Pengajaran penting yang dapat diambil daripada hadith ini ialah bahawa sangat dianjurkan untuk melakukan perbuatan bersyukur kepada Allah pada hari-hari tertentu atas nikmat yang Allah berikan pada hari-hari tersebut. Sama ada melakukan perbuatan bersyukur kerana memperoleh nikmat atau kerana diselamatkan dari bahaya. Kemudian perbuatan syukur tersebut diulang pada hari yang sama di setiap tahunnya. Bersyukur kepada Allah dapat dilakukan dengan melaksanakan berbagai bentuk ibadah, seperti sujud syukur, berpuasa, sedekah, membaca al-Qur’an dan sebagainya. Bukankah kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam adalah nikmat yang paling besar bagi umat ini?!
Adakah nikmat yang lebih agung daripada dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal ini?! Adakah nikmat dan kurniaan yang lebih agung daripada pada kelahiran Rasulullah yang menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?! Demikian inilah yang telah dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani.
4. Hadits riwayat al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya. Bahawa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam ketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Isnin, beliau menjawab:
“ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ”.
Ertinya:
“Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
Faedah daripada Hadith tersebut:
Hadith ini menunjukkan bahawa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam melakukan puasa pada hari Isnin kerana bersyukur kepada Allah, bahawa pada hari itu baginda dilahirkan. Ini adalah isyarat daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, ertinya jika baginda berpuasa pada hari isnin kerana bersyukur kepada Allah atas kelahiran baginda sendiri pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada tanggal kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tersebut untuk kita melakukan perbuatan syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an, membaca kisah kelahiran baginda, bersedekah, atau melakukan perbuatan baik dan lainnya. Kemudian, oleh kerana puasa pada hari isnin diulangi setiap minggunya, maka bererti peringatan maulid juga diulangi setiap tahunnya. Dan kerana hari kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam masih diperselisihkan oleh para ulama’ mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka boleh sahaja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi’ul Awwal atau pada tanggal lainnya. Bahkan tidak menjadi masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Hafizh al-Sakhawi seperti yang akan dinyatakan di bawah ini.
Fatwa Beberapa Ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah:
1. Fatwa al-Syaikh al-Islam Khatimah al-Huffazh Amir al-Mu’minin Fi al-Hadith al-Imam Ahmad Ibn Hajar al-`Asqalani. Beliau menyatakan seperti berikut:
“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”.
Ertinya:
“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukikanl daripada (ulama’) al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid mengandungi kebaikan dan lawannya (keburukan), jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik sahaja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid`ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang thabit (Sahih)”.
2. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Suyuthi. Beliau mengatakan di dalam risalahnya “Husn al-Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”. Beliau menyatakan seperti berikut:
“عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ”.
Ertinya:
“Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, merupakan kumpulan orang-orang beserta bacaan beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadith-hadith tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) yang melakukannya akan memperolehi pahala. Kerana perkara seperti itu merupakan perbuatan mengagungkan tentang kedudukan Rasulullah dan merupakan penampakkan (menzahirkan) akan rasa gembira dan suka cita dengan kelahirannya (rasulullah) yang mulia. Orang yang pertama kali melakukan peringatan maulid ini adalah pemerintah Irbil, Sultan al-Muzhaffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-Jami` al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun”.
3. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Sakhawi seperti disebutkan di dalam “al-Ajwibah al-Mardliyyah”, seperti berikut:
“لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”. ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ”.
Ertinya:
“Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorangpun daripada kaum al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia, melainkan baru ada setelah itu di kemudian. Dan ummat Islam di semua daerah dan kota-kota besar sentiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan kelahiran Rasulullah. Mereka mengadakan jamuan-jamuan makan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan berbagai-bagai sedekah, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih daripada kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi dan Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”. Kemudian al-Sakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi menurut pendapat yang paling sahih adalah malam Isnin, tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pendapat-pendapat lain. Oleh kerananya tidak mengapa melakukan kebaikan bila pun pada siang hari dan waktu malam ini sesuai dengan kesiapan yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada siang hari dan waktu malam bulan Rabi’ul Awwal seluruhnya” .
Jika kita membaca fatwa-fatwa para ulama’ terkemuka ini dan merenungkannya dengan hati yang suci bersih, maka kita akan mengetahui bahawa sebenarnya sikap “BENCI” yang timbul daripada sebahagian golongan yang mengharamkan Maulid Nabi tidak lain hanya didasari kepada hawa nafsu semata-mata. Orang-orang seperti itu sama sekali tidak mempedulikan fatwa-fatwa para ulama’ yang saleh terdahulu. Di antara pernyataan mereka yang sangat menghinakan ialah bahawa mereka seringkali menyamakan peringatan maulid Nabi ini dengan perayaan hari Natal yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani. Bahkan salah seorang dari mereka, kerana sangat benci terhadap perayaan Maulid Nabi ini, dengan tanpa malu dan tanpa segan sama sekali berkata:
“إِنَّ الذَّبِيْحَةَ الَّتِيْ تُذْبَحُ لإِطْعَامِ النَّاسِ فِيْ الْمَوْلِدِ أَحْرَمُ مِنَ الْخِنْزِيْرِ”.
Ertinya:
“Sesungguhnya binatang sembelihan yang disembelih untuk menjamu orang dalam peringatan maulid lebih haram dari daging babi”.
Golongan yang anti maulid seperti WAHHABI menganggap bahawa perbuatan bid`ah seperti menyambut Maulid Nabi ini adalah perbuatan yang mendekati syirik (kekufuran). Dengan demikian, menurut mereka, lebih besar dosanya daripada memakan daging babi yang hanya haram sahaja dan tidak mengandungi unsur syirik (kekufuran).
Jawab:
Na`uzu Billah… Sesungguhnya sangat kotor dan jahat perkataan orang seperti ini. Bagaimana ia berani dan tidak mempunyai rasa malu sama sekali mengatakan peringatan Maulid Nabi, yang telah dipersetujui oleh para ulama’ dan orang-orang saleh dan telah dianggap sebagai perkara baik oleh para ulama’-ulama’ ahli hadith dan lainnya, dengan perkataan buruk seperti itu?!
Orang seperti ini benar-benar tidak mengetahui kejahilan dirinya sendiri. Apakah dia merasakan dia telah mencapai darjat seperti al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani, al-Hafizh al-Suyuthi atau al-Hafizh al-Sakhawi atau mereka merasa lebih `alim dari ulama’-ulama’ tersebut?! Bagaimana ia membandingkan makan daging babi yang telah nyata dan tegas hukumnya haram di dalam al-Qur’an, lalu ia samakan dengan peringatan Maulid Nabi yang sama sekali tidak ada unsur pengharamannya dari nas-nas syari’at agama?! Ini bererti, bahawa golongan seperti mereka yang mengharamkan maulid ini tidak mengetahui Maratib al-Ahkam (tingkatan-tingkatan hukum). Mereka tidak mengetahui mana yang haram dan mana yang mubah (harus), mana yang haram dengan nas (dalil al-Qur’an) dan mana yang haram dengan istinbath (mengeluarkan hukum). Tentunya orang-orang ”BODOH” seperti ini sama sekali tidak layak untuk diikuti dan dijadikan ikutan dalam mengamalkan agama ISLAM ini.
Pembacaan Kitab-kitab Maulid
Di antara rangkaian acara peringatan Maulid Nabi adalah membaca kisah-kisah tentang kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Al-Hafizh al-Sakhawi menyatakan seperti berikut:
“وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْمَوْلِدِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يُقْتَصَرَ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْرَدَهُ أَئِمَّةُ الْحَدِيْثِ فِيْ تَصَانِيْفِهِمْ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ كَالْمَوْرِدِ الْهَنِيِّ لِلْعِرَاقِيِّ– وَقَدْ حَدَّثْتُ بِهِ فِيْ الْمَحَلِّ الْمُشَارِ إِلَيْهِ بِمَكَّةَ-، وَغَيْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ بَلْ ذُكِرَ ضِمْنًا كَدَلاَئِلِ النُّـبُوَّةِ لِلْبَيْهَقِيِّ، وَقَدْ خُتِمَ عَلَيَّ بِالرَّوْضَةِ النَّـبَوِيَّةِ، لأَنَّ أَكْثَرَ مَا بِأَيْدِيْ الْوُعَّاظِ مِنْهُ كَذِبٌ وَاخْتِلاَقٌ، بَلْ لَمْ يَزَالُوْا يُوَلِّدُوْنَ فِيْهِ مَا هُوَ أَقْبَحُ وَأَسْمَجُ مِمَّا لاَ تَحِلُّ رِوَايَتُهُ وَلاَ سَمَاعُهُ، بَلْ يَجِبُ عَلَى مَنْ عَلِمَ بُطْلاَنُهُ إِنْكَارُهُ، وَالأَمْرُ بِتَرْكِ قِرَائِتِهِ، عَلَى أَنَّهُ لاَ ضَرُوْرَةَ إِلَى سِيَاقِ ذِكْرِ الْمَوْلِدِ، بَلْ يُكْتَفَى بِالتِّلاَوَةِ وَالإِطْعَامِ وَالصَّدَقَةِ، وَإِنْشَادِ شَىْءٍ مِنَ الْمَدَائِحِ النَّـبَوِيَّةِ وَالزُّهْدِيَّةِ الْمُحَرِّكَةِ لِلْقُلُوْبِ إِلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ لِلآخِرَةِ وَاللهُ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ”.
Ertinya:
“Adapun pembacaan kisah kelahiran Nabi maka sepatutnya yang dibaca itu hanya yang disebutkan oleh para ulama’ ahli hadith di dalam kitab-kitab mereka yang khusus menceritakan tentang kisah kelahiran Nabi, seperti al-Maurid al-Haniyy karangan al-‘Iraqi (Aku juga telah mengajarkan dan membacakannya di Makkah), atau tidak khusus -dengan karya-karya tentang maulid saja- tetapi juga dengan menyebutkan riwayat-riwayat yang mengandungi tentang kelahiran Nabi, seperti kitab Dala-il al-Nubuwwah karangan al-Baihaqi. Kitab ini juga telah dibacakan kepadaku hingga selesai di Raudhah Nabi. Kerana kebanyakan kisah maulid yang ada di tangan para penceramah adalah riwayat-riwayat bohong dan palsu, bahkan hingga kini mereka masih terus mengeluarkan riwayat-riwayat dan kisah-kisah yang lebih buruk dan tidak layak didengar, yang tidak boleh diriwayatkan dan didengarkan, justeru sebaliknya orang yang mengetahui kebatilannya wajib mengingkari dan melarangnya untuk dibaca. Padahal sebenarnya tidak boleh ada pembacaan kisah-kisah maulid dalam peringatan maulid Nabi, melainkan cukup membaca beberapa ayat al-Qur’an, memberi makan dan sedekah, didendangkan bait-bait Mada-ih Nabawiyyah (pujian-pujian terhadap Nabi) dan syair-syair yang mengajak kepada hidup zuhud (tidak loba kepada dunia), mendorong hati untuk berbuat baik dan beramal untuk akhirat. Dan Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”.
Kesesatan fahaman WAHHABI yang Anti Maulid:
Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi berkata:
“Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabatnya. Seandainya hal itu merupakan perkara baik nescaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya”.
Jawab:
Baik, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tidak melakukannya, adakah baginda melarangnya? Perkara yang tidak dilakukan oleh Rasulullah tidak semestinya menjadi sesuatu yang haram. Tetapi sesuatu yang haram itu adalah sesuatu yang telah nyata dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Disebabkan itu Allah ta`ala berfirman:
“وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا”. (الحشر: 7)
Ertinya:
“Apa yang diberikan oleh Rasulullah kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”.
(Surah al-Hasyr: 7)
Dalam firman Allah ta`ala di atas disebutkan “Apa yang dilarang ole Rasulullah atas kalian, maka tinggalkanlah”, tidak mengatakan “Apa yang ditinggalkan oleh Rasulullah maka tinggalkanlah”. Ini Berertinya bahawa perkara haram adalah sesuatu yang dilarang dan diharamkan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam tetapi bukan sesuatu yang ditinggalkannya. Sesuatu perkara itu tidak haram hukumnya hanya dengan alasan tidak dilakukan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Melainkan ia menjadi haram ketika ada dalil yang melarang dan mengharamkannya.
Lalu kita katakan kepada mereka:
“Apakah untuk mengetahui bahawa sesuatu itu boleh (harus) atau sunnah, harus ada nas daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam secara langsung yang khusus menjelaskannya?”
Apakah untuk mengetahui boleh (harus) atau sunnahnya perkara maulid harus ada nas khusus daripada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam yang menyatakan tentang maulid itu sendiri?! Bagaimana mungkin Rasulullah menyatakan atau melakukan segala sesuatu secara khusus dalam umurnya yang sangat singkat?! Bukankah jumlah nas-nas syari`at, baik ayat-ayat al-Qur’an mahupun hadith-hadith nabi, itu semua terbatas, ertinya tidak membicarakan setiap peristiwa, padahal peristiwa-peristiwa baru akan terus muncul dan selalu bertambah?! Jika setiap perkara harus dibicarakan oleh Rasulullah secara langsung, lalu dimanakah kedudukan ijtihad (hukum yang dikeluarkan oleh mujtahid berpandukan al-Quran dan al-Hadith) dan apakah fungsi ayat-ayat al-Quran atau hadith-hadith yang memberikan pemahaman umum?! Misalnya firman Allah ta`ala:
“وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ”. (الحج: 77)
Ertinya:
“Dan lakukan kebaikan oleh kalian supaya kalian beruntung”.
(Surah al-Hajj: 77)
Adakah setiap bentuk kebaikan harus dikerjakan terlebih dahulu oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam supaya ia dihukumkan bahawa kebaikan tersebut boleh dilakukan?! Tentunya tidak sedemikian. Dalam masalah ini Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam hanya memberikan kaedah-kaedah atau garis panduan sahaja. Kerana itulah dalam setiap pernyataan Rasulullah terdapat apa yang disebutkan dengan Jawami` al-Kalim ertinya bahawa dalam setiap ungkapan Rasulullah terdapat kandungan makna yang sangat luas. Dalam sebuah hadith sahih, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
“مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ”. (رواه الإمام مسلم في صحيحه)
Ertinya:
“Barangsiapa yang melakukan (merintis perkara baru) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya tersebut dan pahala dari orang-orang yang mengikutinya sesudah dia, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam Sahih-nya).
Dan di dalam hadith sahih yang lainnya, Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
“مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ”. (رواه مسلم)
Ertinya:
“Barang siapa merintis sesuatu yang baru dalam agama kita ini yang bukan berasal darinya maka ia tertolak”.
(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
Dalam hadith ini Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam menegaskan bahawa sesuatu yang baru dan tertolak adalah sesuatu yang “bukan daripada sebahagian syari`atnya”. Ertinya, sesuatu yang baru yang tertolak adalah yang menyalahi syari`at Islam itu sendiri. Inilah yang dimaksudkan dengan sabda Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam di dalam hadith di atas: “Ma Laisa Minhu”. Kerana, seandainya semua perkara yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah atau oleh para sahabatnya, maka perkara tersebut pasti haram dan sesat dengan tanpa terkecuali, maka Rasulullah tidak akan mengatakan “Ma Laisa Minhu”, tapi mungkin akan berkata: “Man Ahdatsa Fi Amrina Hadza Syai`an Fa Huwa Mardud” (Siapapun yang merintis perkara baru dalam agama kita ini, maka ia pasti tertolak). Dan bila maknanya seperti ini maka bererti hal ini bertentangan dengan hadith yang driwayatkan oleh al-Imam Muslim di atas sebelumnya. Iaitu hadith: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan….”.
Padahal hadith yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim ini mengandungi isyarat anjuran bagi kita untuk membuat sesuatu perkara yang baru, yang baik, dan yang selari dengan syari`at Islam. Dengan demikian tidak semua perkara yang baru itu adalah sesat dan ia tertolak. Namun setiap perkara baru harus dicari hukumnya dengan melihat persesuaiannya dengan dalil-dalil dan kaedah-kaedah syara`. Bila sesuai maka boleh dilakukan, dan jika ia menyalahi, maka tentu ia tidak boleh dilakukan. Karena itulah al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani menyatakan seperti berikut:
“وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسَنٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ، وَإِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ”.
Ertinya:
“Cara mengetahui bid’ah yang hasanah dan sayyi-ah (yang dicela) menurut tahqiq (penelitian) para ulama’ adalah bahawa jika perkara baru tersebut masuk dan tergolong kepada hal yang baik dalam syara` bererti ia termasuk bid`ah hasanah, dan jika tergolong kepada hal yang buruk dalam syara` maka berarti termasuk bid’ah yang buruk (yang dicela)”.
Bolehkah dengan keagungan Islam dan kelonggaran kaedah-kaedahnya, jika dikatakan bahawa setiap perkara baharu itu adalah sesat?
2. Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi biasanya berkata: “Peringatan maulid itu sering dimasuki oleh perkara-perkara haram dan maksiat”.
Jawab:
Apakah kerana alasan tersebut lantas peringatan maulid menjadi haram secara mutlak?! Pendekatannya, Apakah seseorang itu haram baginya untuk masuk ke pasar, dengan alasan di pasar banyak yang sering melakukan perbuatan haram, seperti membuka aurat, menggunjingkan orang, menipu dan lain sebagainya?! Tentu tidak demikian. Maka demikian pula dengan peringatan maulid, jika ada kesalahan-kesalahan atau perkara-perkara haram dalam pelaksanaannya, maka kesalahan-kesalahan itulah yang harus diperbaiki. Dan memperbaikinya tentu bukan dengan mengharamkan hukum maulid itu sendiri. Kerana itulah al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani telah menyatakan bahawa:
“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”.
Ertinya:
“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukil dari kaum al-Salaf al-Saleh pada tiga abad pertama, tetapi meskipun demikian peringatan maulid mengandungi kebaikan dan lawannya. Barangsiapa dalam memperingati maulid serta berusaha melakukan hal-hal yang baik sahaja dan menjauhi lawannya (hal-hal buruk yang diharamkan), maka itu adalah bid`ah hasanah”.
Kalangan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi berkata:
“Peringatan Maulid itu seringkali menghabiskan dana yang sangat besar. Hal itu adalah perbuatan membazirkan. Mengapa tidak digunakan sahaja untuk keperluan ummat yang lebih penting?”.
Jawab:
Laa Hawla Walaa Quwwata Illa Billah… Perkara yang telah dianggap baik oleh para ulama’ disebutnya sebagai
membazir?! Orang yang berbuat baik, bersedekah, ia anggap telah melakukan perbuatan haram, yaitu perbuatan membazir?! Mengapa orang-orang seperti ini selalu saja berprasangka buruk (suuzhzhann) terhadap umat Islam?! Mengapa harus mencari-cari dalih untuk mengharamkan perkara yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya?! Mengapa mereka selalu sahaja beranggapan bahawa peringatan maulid tidak ada unsur kebaikannya sama sekali untuk ummat ini?! Bukankah peringatan Maulid Nabi mengingatkan kita kepada perjuangan Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dalam berdakwah sehingga membangkitkan semangat kita untuk berdakwah seperti yang telah dicontohkan baginda?! Bukankah peringatan Maulid Nabi memupuk kecintaan kita kepada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dan menjadikan kita banyak berselawat kepada baginda?! Sesungguhnya maslahat-maslahat besar seperti ini bagi orang yang beriman tidak boleh diukur dengan harta.
4. Golongan yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi sering berkata:
“Peringatan Maulid itu pertama kali diadakan oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Tujuan beliau saat itu adalah membangkitkan semangat ummat untuk berjihad. Bererti orang yang melakukan peringatan maulid bukan dengan tujuan itu, telah menyimpang dari tujuan awal maulid. Oleh kerananya peringatan maulid tidak perlu”.
Jawab:
Kenyataan seperti ini sangat pelik. Ahli sejarah mana yang mengatakan bahawa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah sultan Salahuddin al-Ayyubi. Para ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn al-Jauzi, Ibn Kathir, al-Hafizh al-Sakhawi, al-Hafizh al-Suyuthi dan lainnya telah bersepakat menyatakan bahawa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan al-Muzhaffar, bukan sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Orang yang mengatakan bahawa sultan Salahuddin al-Ayyubi yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi telah membuat “fitnah yang jahat” terhadap sejarah. Perkataan mereka bahawa sultan Salahuddin membuat maulid untuk tujuan membangkitkan semangat umat untuk berjihad dalam perang salib, maka jika diadakan bukan untuk tujuan seperti ini bererti telah menyimpang, adalah perkataan yang sesat lagi menyesatkan.
Tujuan mereka yang berkata demikian adalah hendak mengharamkan maulid, atau paling tidak hendak mengatakan tidak perlu menyambutnya. Kita katakan kepada mereka: Apakah jika orang yang hendak berjuang harus bergabung dengan bala tentara sultan Salahuddin? Apakah menurut mereka yang berjuang untuk Islam hanya bala tentara sultan Salahuddin sahaja? Dan apakah di dalam berjuang harus mengikuti cara dan strategi Sultan Salahuddin sahaja, dan jika tidak, ia bererti tidak dipanggil berjuang namanya?! Hal yang sangat menghairankan ialah kenapa bagi sebahagian mereka yang mengharamkan maulid ini, dalam keadaan tertentu, atau untuk kepentingan tertentu, kemudian mereka mengatakan maulid boleh, istighatsah (meminta pertolongan) boleh, bahkan ikut-ikutan tawassul (memohon doa agar didatangkan kebaikan), tetapi kemudiannya terhadap orang lain, mereka mengharamkannya?! Hasbunallah.
Para ahli sejarah yang telah kita sebutkan di atas, tidak ada seorangpun daripada mereka yang mengisyaratkan bahawa tujuan maulid adalah untuk membangkitkan semangat ummat untuk berjihad di dalam perang di jalan Allah. Lalu dari manakah muncul pemikiran seperti ini?!
Tidak lain dan tidak bukan, pemikiran tersebut hanya muncul daripada hawa nafsu semata-mata. Benar, mereka selalu mencari-cari kesalahan sekecil apapun untuk mengungkapkan “kebencian” dan “sinis” mereka terhadap peringatan Maulid Nabi ini. Apa dasar mereka mengatakan bahawa peringatan maulid baru boleh diadakan jika tujuannya membangkitkan semangat untuk berjihad?! Apa dasar perkataan seperti ini?! Sama sekali tidak ada. Al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafizh al-Suyuthi, al-Hafizh al-Sakhawi dan para ulama’ lainnya yang telah menjelaskan tentang kebolehan peringatan Maulid Nabi, sama sekali tidak mengaitkannya dengan tujuan membangkitkan semangat untuk berjihad. Kemudian dalil-dalil yang mereka kemukakan dalam masalah maulid tidak menyebut perihal jihad sama sekali, bahkan mengisyaratkan saja tidak. Dari sini kita tahu betapa rapuhnya dan tidak didasari perkataan mereka itu apabila berkaitan dengan hukum, istinbath dan istidhal. Semoga Allah merahmati para ulama’ kita. Sesungguhnya mereka adalah cahaya penerang bagi umat ini dan sebagai ikutan bagi kita semua menuju jalan yang diredhai Allah. Amin Ya Rabb.
READ MORE - Hujjah diperbolehkannya Maulid Nabi

makam Rosulullah SAW

Makam Rasulullah SAW



Makam Rasulullah SAW, disamping kiri adalah Makam Abubakar Shidiq RA (1)



Keterangan :

1. Makam Rasulullah Saw

2. Makam Sy. Abu Bakar as Shiddiq

3. Makam Sy. Umar ibn Khaththab

4. Tempat yang menurut suatu riwayat disediakan untuk Nabi Isa AS, ada 2 kemungkinan yaitu berada luruh dengan Rasulullah saw atau berada dibelakang Sy Umar ibn. Khaththab

5. Tempat peristirahatan Siti Aisyah ra.

6. Tempat kedatangan malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu kepada Rasulullah saw.

7. Dinding kamar Siti Aisyah, yang dibengun sendiri oleh Rasulullah saw, hingga saat ine tembok tersebut masih berdiri kokoh

8. Dinding makam berbentuk segilima, yang dibangun oleh Umar ibn Abd Aziz, agar makam Rasulullah saw tidak menyerupai ka’bah dan terlalu dikultuskan oleh umat Islam.

9. Dinding segi lima lapis kedua yang dibangun oleh sultan Qait bay dari Mesir

10. Tiang-tiang yang memperkuat dinding segilima lapis kedua

11. Bagian dari raudlah yang terdapat dibagian dalam tembok kamar makam.

12. Bagian dari raudlah yang terdapat diluar kamar makam, (nomor 12 tidak terdapat pada detail gambar, area ini adalah tempat yang biasanya dijadikan rebutan oleh ummat Islam)

13. Area dengan nomor 13 adalah bukan bagian dari raudlah.

14. Kediaman siti Fathimah ra.

15. Mihrab didalam kediaman siti Fathimah, yang dibangun oleh sultan Qait bay

16. Mihrab tempat tempat Rasulullah seringkali bertahajud seorang diri

17. Tempat Rasulullah shalat tahajud berjamaah bersama ahl suffah, tempat ini berada dibelakang kediaman st Fathimah

18. Lubang besar terletak dibagian depan, lubang ini lurus searah dengan makam Rasulullah saw

19. Lubang kecil terletak dibagian depan searah dengan makam sy Abu Bakar ra

20. Lubang kecil dibagian depan searah dengan makam sy Umar Ibn Khaththab ra

21. Tempat beberapa batu sisa-sisa kediaman Rasulullah saw, yang kemudian dibuang pada masa Khalifah Al Walid ibn Abd. Malik

22. Usthuwanah al Sarir, tempat Rasulullah saw beristirahat ketikaterlalu capai beribadah

23. Usthuwanah al Wufud, tempatRasulullah seringkali menerima tamu-tamu penting

24. Usthuwanah al Hirs, tempat para shahabat bersiaga menjaga Rasulullah saw, seringkali sy Ali ibn Abi Thalib bersiaga ditempat tersebut

25. Bab Al Taubah, pintu masuk makam dibagian depan

26. Bab Aisyah, pintu masuk makam dibagian samping dari arah raudlah

27. Lubang kisi-kisi yang lurus searah dengan kepala Rasulullah saw yang mulia.

28. Lubang kisi-kisi yang lurus searah dengan kaki Rasulullah saw yang mulia

29. Beberapa pintu masuk menuju makam Rasulullah saw

30. Lingkaran kubah kecil yang berada tepat diatas makam Rasulullah saw

31. Lingkaran kubah lapis kedua, yang disebut kubah al zarqa’

32. Lingkaran kubah lapis ketiga, atau kubah al khadra’ (kubah hijau) yang terlihat dari bagian luar makam.

33. Bagian dari kamar makam (tertulis dengan nomor 32)

34. Panggung setinggi kurang lebih 30 cm, tempat para ahl suffah berjamaahshalat tahajud bersama Rasulullah saw

35. Panggung setinggi kurang lebih 60 cm, tempat ahl suffah biasa berkumpul

36. Usthuwanah al taubah

37. Usthuwanah A’isyah

38. Mihrab tempat shalat Rasulullah saw

39. Usthuwanah al Mukhallaqah

40. Mimbar Rasulullah saw

41. Panggung tempat adzan
READ MORE - makam Rosulullah SAW

Mengenang Makam Baqi Tempo Doeloe











Rabu 8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 mausoleum (kuburan besar yang amat indah) di Jannatul al-Baqi di Madinah diratakan dengan tanah atas perintah Raja Ibnu Saud. Di tahun yang sama pula Raja Ibnu Saud yang Wahabi itu menghancurkan makam orang-orang yang disayangi Rasulullah SAW (ibunda, istri, kakek dan keluarganya) di Jannat al-Mualla (Mekah).

Penghancuran situs bersejarah dan mulia itu oleh Keluarga al-Saud yang Wahabi itu terus berlanjut hingga sekarang. Menurut beberapa ulama apa yang terjadi di tanah Arabia itu adalah bentuk nyata konspirasi Yahudi melawan Islam, di bawah kedok Tauhid. Sebenarnya, tujuan utamanya adalah secara sistematis ingin menghapus pusaka dan warisan Islam yang masih tersisa agar Kaum Muslim terputus dari sejarah Islam.

Asal Muasal al-Baqi

Secara harfiah “al-Baqi” berarti Taman Pepohonan. Dikenal juga sebagai “Jannat al-Baqi” karena “keramatnya” sejak keluarga dan sahabat Rasulullah dimakamkan di tempat ini.

Sahabat pertama yang dimakamkan di al-Baqi adalah Usman bin Madhoon yang wafat 3 Syaban tahun 3 Hijriah. Rasulullah memerintahkan menanam pepohonan di sekitar pusaranya. Rasul juga meletakkan dua buah batu di antara makam sahabatnya itu.

Tahun berikutnya putra Rasulullah Ibrahim wafat saat masih bayi. Dengan derai air mata Rasulullah memakamkan putranya tercinta itu di al-Baqi. Sejak itulah penduduk Madina ikut juga memakamkan sanak saudaranya di al-Baqi. Apalagi setelah mendengar sabda Rasulullah,” Salam sejahtera untukmu wahai orang yang beriman, Jika Allah berkenan, kami akan menyusulmu. Ya Allah, ampunilah ahli kubur al-Baqi’.

Tanah pemakaman al-Baqi perlahan pun diperluas. Tak kurang dari 7000 sahabat Rasulullah dikuburkan di sini. Termasuk juga ahlul baytnya yaitu Imam Hasan bin Ali, Imam Ali bin Husayn, Imam Muhammad al-Baqir, dan Imam Ja’far al-Sadiq.

Selain itu, saudara Rasulullah yang dimakamkan di al-Baqi adalah Bibi Safiyah dan Aatikah. Di al-Baqi dimakamkan pula Fatimah binti al-Asad (Ibunda Imam Ali bin Abi Thalib).

Khalifah Usman dimakamkan di luar al-Baqi namun belakangan karena perluasan makam maka ia termasuk di al-Baqi. Imam Mazhab Sunni yang terkenal, Malik bin Anas, juga dimakamkan di al-Baqi. Tak pelak al-Baqi adalah tempat amat bersejarah bagi Kaum Muslimin di seluruh jagat raya.

Al-Baqi dalam Perspektif Ahli Sejarah

Umar bin Jubair melukiskan al-Baqi saat ia berkunjung ke Madinah berkata, “al-Baqi terletak di timur Madinah. Gerbang al-Baqi akan menyambut anda saat tiba di al-Baqi. Saat anda masuk kuburan pertama yang anda lihat di sebelah kiri adalah kuburan Safiyah, bibi Rasulullah. Agak jauh dari situ terletak pusara Malik bin Anas, Salah seorang Imam Ahlus Sunnah dari Madinah. Di atas makamnya didirikan sebuah kubah kecil. Di depannya ada kubah putih tempat makam putra Rasulullah Ibrahim. Di sebelah kanannya adalah makam Abdurahman bin Umar putra Umar bin Khatab, dikenal sebagai Abu Shahma. Abu Shahma dihukum cambuk oleh ayahnya karena minum khamar. Hukuman cambuk untuk peminum khamar seharusnya tidak hingga mati. Namun Umar mencambuknya hingga ajal merenggutnya. Di hadapan kuburan Abu Shahma adalah makam Aqeel bin Abi Thalib dan Abdulah bin Ja’far al-Tayyar. Di muka kuburan mereka terbaring pusara isteri Rasul dan Abbas bin Abdul Mutalib.

Makam Imam Hasan bin Ali, terletak di sisi kanan dari gerbang al-Baqi. Makam ini dilindungi kubah tinggi. Di sebelah atas nisan Imam Hasan adalah makam Abbas bin Abdul Muthalib. Kedua makam diselimuti kubah tinggi. Dindingnya dilapisi bingkai kuning bertahtakan bintang indah. Bentuk serupa juga menghias makam Ibrahim putra Rasulullah. Di belakang makam Abbas berdiri rumah yang biasa digunakan Fatimah binti Rasulullah AS. Biasa disebut “Bayt al-Ahzaan” (Rumah Duka Cita). Di tempat ini putri Rasulullah biasa berkabung mengenang kepergian ayahnya tercinta Rasulullah SAWW. Di ujung penghabisan al-Baqi berdiri kubah kecil tempat Usman di makamkan. Di dekatnya terbaring ibunda Ali bin Abi Thalib Fatimah binti Asad.”

Satu setengah abad kemudian pengelana terkenal Ibnu Batutah mengunjungi al-Baqi dan menemukan al Baqi tidaklah berbeda dengan yang dilukiskan Ibnu Jubair. Ia menambahkan, “Al-Baqi adalah kuburan sejumlah kaum Muhajirin dan Anshar dan sahabat Nabi lainnya. Kebanyakan mereka tidaklah dikenal.”

Berabad-abad lamanya al-Baqi tetap keramat dengan berbagai perbaikan bangunan yang diperlukan. Semuanya berakhir diabad 19 kala Kaum Wahabi muncul. Mereka menajiskan pusara mulia dan menunjukkan sikap kurang ajar pada para syahid dan para sahabat Nabi yang dimakamkan di sana. Muslim yang tidak sependapat dicap sebagai kafir dan dikejar-kejar untuk dibunuh.

Penghancuran Pertama al-Baqi

Kaum Wahabi percaya menziarahi makam dan pusara Nabi, Imam dan para syuhada adalah pemujaan terhadap berhala dan pekerjaan yang tidak Islami. Mereka yang melakukanya pantas dibunuh dan harta bendanya dirampas. Sejak invasi pertama ke Irak hingga kini, faktanya, Kaum Wahabi, dan penguasa Negara teluk lainnya membantai Kaum Muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Tak pelak lagi seluruh dunia Islam sangat menghormati pemakaman al-Baqi. Khalifah Abu Bakar dan Umar bahkan menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di dekat makam Rasulullah.

Sejak 1205 Hijriah hingga 1217 Hijriah Kaum Wahabi mencoba menguasai Semenanjung Arabia namun gagal. Akhirnya 1217 Hijriah mereka berhasil menguasai Thaif dengan menumpahkan darah muslim yang tak berdosa. Mereka memasuki Mekah tahun 1218 Hijriah dan menghancurkan semua bangunan dan kubah suci, termasuk kubah yang menaungi sumur Zamzam.

Tahun 1221, Kaum Wahabi masuk kota Madinah dan menajiskan al-Baqi dan semua mesjid yang mereka lewati. Kaum Wahabi bahkan mencoba menghancurkan pusara Rasulullah, namun entah dengan alasan apa usaha gila itu dihentikan. Di tahun-tahun berikutnya jemaah haji asal Irak, Suriah dan Mesir ditolak untuk masuk kota Mekah untuk berhaji. Raja al-Saud memaksa setiap muslim yang ingin berhaji harus menjadi Wahabi atau jika tidak akan dicap sebagai kafir dan dilarang masuk kota Mekah.

Al-Baqi pun diratakan dengan tanah tanpa menyisakan apapun, termasuk nisan atau pusara. Belum puas dengan tindakan barbarnya Kaum Wahabi memerintahkan tiga orang kulit hitam yang sedang berziarah ke pusara Nabi untuk menunjukkan tempat persembunyian harta benda. Raja Ibnu Saud merampas harta benda itu untuk dirinya sendiri.

Ribuan Muslim melarikan diri dari Mekah dan Madinah. Mereka menghindari kejaran Kaum Wahabi. Muslim di seluruh dunia mengutuk tindakan Saudi dan mendesak khalifah kerajaan Otoman menyelamatkan situs-situs bersejarah dari kehancuran. Dibawah pimpinan Muhammad Ali Basha mereka menyerang Hijaz, dengan bantuan suku-suku setempat, akhirnya mereka menang, lalu ia mengatur hukum dan pemerintahan di Hijaz, khususnya Mekah dan Madinah. Sekaligus mengusir keluarga al-Saud. Muslim di seluruh dunia bergembira. Di Mesir perayaan berlanjut hingga 5 hari! Tak diragukan lagi kegembiraan karena mereka bisa pergi haji dan pusara mulia pun diperbaiki lagi.

Tahun 1818 Masehi Khalifah Ottoman Abdul Majid dan penggantinya Abdul Hamid dan Mohammad, merekonstruksi semua tempat suci, memperbaiki semua warisan Islam yang penting. Dari 1848 hingga 1860, biaya perbaikan telah mencapai 700 ribu Poundsterling. Sebagian besar dana diperoleh dari uang yang terkumpul di makam Rasulullah.

Tindakan Barbar Kedua Kaum Wahabi

Kerajaan Ottoman telah mempercantik Madinah dan Mekah dengan memperbaiki semua bangunan keagamaan dengan arsitektur bercita rasa seni tinggi. Richard Burton, yang berkunjung ke makam Rasulullah tahun 1853 dengan menyamar sebagai muslim asal Afghanistan dengan nama Abdullah mengatakan Madinah dipenuhi 55 mesjid dan kuburan suci. Orang Inggris lain yang datang ke Madinah tahun 1877-1878 melukiskan keindahan yang setara dengan Istambul. Ia menulis tentang dinding putih, menara berhias emas dan rumput yang hijau.

Tahun 1924 Wahabi masuk ke Hijaz untuk kedua kalinya Untuk kedua kalinya pula pembantaian dan perampasan dilakukan. Orang-orang di jalan dibantai. Tak terkecuali perempuan dan anak-anak jadi korban. Rumah-rumah diratakan dengan tanah.

Awn bin Hashim menulis: lembah-lembah dipenuhi kerangka manusia, darah kering berceceran di mana-mana. Sulit untuk menemukan pohon yang tidak ada satu atau dua mayat tergeletak di dekat akarnya.

Madinah akhirnya menyerah setelah digempur habis Kaum Wahabi. Semua warisan Islam dimusnahkan. Hanya pusara Nabi SAW yang tersisa.

Ibnu Jabhan (Ulama Wahabi) memberikan alasan mengapa ia merasa harus meratakan makam Nabi SAW, “Kami tahu nisan di makam Rasulullah bertentangan dengan akidah dan mendirikan mesjid di pemakamannya adalah dosa besar.”

Pusara Sang Syahid Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) beserta syahid perang Uhud lainnya dihancurkan. Masjid Nabi dilempari. Setelah protes dari Kaum Muslim sedunia Ibnu saud berjanji akan memperbaiki bangunan bersejarah tersebut. Namun janji itu tidak pernah ditepati. Ibnu Saud juga berjanji Hijaz akan dikelola pemerintahan multinasional, khsusnya menyangkut Madinah dan Mekah. Namun janji itu tinggalah janji.

Tahun 1925 giliran Janat al-Mulla pemakaman di Mekah dihancurkan. Ikut juga dihancurkan rumah tempat Rasulullah dilahirkan. Sejak itulah hari duka untuk semua muslim di jagat raya.

Tidakkah mengherankan Kaum Wahabi menghancurkan makam, pusara mulia dan semua tempat-tempat bersejarah bagi dunia Islam (semuanya diam tak bergerak), sementara itu raja-raja Saudi dijaga dengan ketat mengabiskan jutaan dolar?

Hujan Protes

Tahun 1926 protes massal Kaum Muslim bergerak di seluruh dunia. Resolusi diluncurkan dan daftar kejahatan Wahabi dibuat. Isinya antara lain:

1. Penghancuran dan penodaan tempat suci, di antaranya rumah kelahiran Nabi, pusara Bani Hasyim di Mekah dan Jannat al-Baqi (Madinah), penolakan Wahabi pada muslim yang melafalkan al-Fatihah di makam-makam suci tersebut.
2. Penghancuran tempat ibadah di antaranya Masjid Hamzah, Masjid Abu Rasheed, dan pusara para Imam dan sahabat.
3. Campurtangan pelaksanaan ibadah haji.
4. Memaksa muslim mengikuti inovasi Wahabi dan menghapus aturan atas keyakinan yang diajarkan para Imam mazhab.
5. Pembantaian para sayid di Thaif, Madina, Ahsa dan Qatif.
6. Meratakan kuburan para Imam di al-Baqi yang sangat di hormati kaum Syiah.

Protes yang sama bermunculan di Iran, Irak, Mesir, Indonesia dan Turki. Mereka mengutuk tindakan barbar Saudi Wahabi. Beberapa ulama menulis traktat dan buku untuk mengabarkan dunia fakta-fakta yang terjadi di Hijaz adalah konspirasi karya Yahudi melawan Islam dengan berkedok Tauhid. Tujuan utamanya adalah menghapus secara sistematis akar sejarah Kaum Muslim sehingga nantinya Kaum Muslim kehilangan asal-usul keagamaannya.

Tindakan barbar Kaum Wahabi boleh jadi menginspirasi peristiwa bersejarah lainnya. Sejarah perang dunia kedua mengingatkan kita akan kekejaman Nazi Jerman. Orang-orang Yahudi melarikan diri setelah dikejar-kejar untruk dibunuh Nazi. Kekejaman Hitler diperingati dunia (khususnya Jerman dan sekutunya). Kini Nazi dilarang dan orang yang mengusung simbol-simbolnya bisa dihukum dan diusir dari Jerman. Hitler dan Nazi Jerman membantai jutaan Yahudi (versi Ahmadinejad tidak mungkin sebanyak itu). Hitler tidak merusak bangunan karya Yahudi. Hitler tidak merusak kuburan. Bandingkan dengan tindakan Kaum Wahabi yang tidak saja membunuh dan mengusir orang hidup tapi juga orang-orang yang sudah wafat juga ikut “dibunuh!!!”

Berikut ini daftar makam dan tempat yang juga dihancurkan Kaum Wahabi:

1. Pemakaman al-Mualla di Mekah termasuk pusara isteri tercinta Nabi, Sayidah Khadijah binti Khuwailid, makam Ibunda Rasul Siti Aminah binti Wahhab, makam pamananda Rasul Abu Thalib (Ayahanda Ali bin Abu Thalib) dan makam kakek Nabi Abdul Muthalib
2. Makam Siti Hawa di Jedah
3. Makam ayahanda Rasul Abdullah bin Abdul Muthalib di Madinah
4. Rumah Duka (Baytl al-Ahzan) Sayidah Fatimah di Madinah
5. Masjid Salman al-Farisi di Madinah
6. Masjid Raj’at ash-Shams di Madinah
7. Rumah Nabi di Madinah setelah hijrah dari Mekah
8. Rumah Imam Ja’far al-Shadiq di Madinah
9. Komplek (mahhalla) bani Hasyim di Madinah
10. Rumah Imam Ali bin Abi Thalib tempat Imam Hasan dan Imam Husein dilahirkan
11. Makam Hamzah dan para syuhada Uhud di gunung Uhud

Diterjemahkan dari HISTORY OF THE CEMETERY OF JANNAT AL-BAQI
READ MORE - Mengenang Makam Baqi Tempo Doeloe

Link Download Kitab-Kitab


ana pernah mencoba untuk mencari di google link untuk download kitab-kitab arab, hasil yang ana cari di google kebayakan link yang adalah link-link kitab yang menyediakan kitab karangan tokoh-tokoh wahaby seperti Ustaimin, Ibnu Bazz, dan kawan-kawannya,,akhirya ana mencoba mengumpulkan beberapa link yang menyediakan kitab Ahlussunah, ini beberapa link untuk download yang telah ana dapatkan kalo pun ada diantara link ini yang tersedia kitab wahaby, tetapi jumlahnya lebih sedikit. walaupun demikian tetap harus diseleksi dahulu. perhatikan siapa pengarangnya, bagaimana isinya. karena selain wahaby kaum syiah juga banyak menyebarkan kitab mereka di dunia maya. dua aliran sesat ini(wahaby dan syiah) memiliki pelindung yang kuat. syiah dilindungi oleh iran, dan wahaby oleh arab saudy, keduanya merupakan negara maju dan kaya. ,,silahkan ditambahkan.. tapi boleh jadi juga sebagin link tersebut ditutup, karena ada yang memakai domain berbayar, jadi kalau admin nya tidak membayarnya maka link tersebut akan ditutup. link kitab
1. http://ar-raufi.blogspot.com/
2. http://www.al-mostafa.com
3. http://www.waqfeya.com/
4. http://wahabiya.net/book_cat-1.html banyak tersedia kitab penolak wahaby. tapi harus hati-hati karena dalam web ini juga sangat banyak kitab-kitab yang beraliran syiah.selekislah dengan seksama pengarang dan isinya. bahkan banyak punya penulis yang beraliran syiah yang mengarang kitab penolak wahaby/salafi
5. http://www.alharary.com/vb/
6. http://read.kitabklasik.co.cchttp://www.blogger.com/img/blank.gif/
7. http://adekunya.wordpress.com/2010/04/12/download-518-kitab-nahwu-sorof/
8. http:http://www.blogger.com/img/blank.gif//omarkhattab.blogspot.com .link ini khusus menyediakan kitab balaghah arabiyah.
9. http:http://www.blogger.com/img/blank.gif//salafytobat.wordpress.com/download/ 10. http:httphhttp://www.blogger.com/img/blank.gifttp://www.blogger.com/img/blank.gif://www.blogger.com/img/blank.gif//www.4shared.com/dir/gyGHhBfX/__sharing.html
11. http://www.shafiifiqh.com/?page_id=519
12. http://malikiaa.blogspot.com/
13. http://www.ahlalhdeeth.com/vb/index.php hati-hati disini juga banyak kitab Wahaby/salafy
14 http://khizana.co.nr/
15. http://www.4shared.com/dir/35822924/5ad1bc47/sharing.html disini banyak kitab penolak kaum sesat wahaby
16. http://asysyifawalmahmuudiyyah.wordpress.com/2010/06/15/download-kitab-pilihan-ahlus-sunnah-wl-jamaah/ banyak kitab yang membahas maulid
17. http://bookstor.wordpress.com/
18.http:http://www.blogger.com/img/blank.gif//www.nokhbah.net/vb/showthread.php?p=7395
19. http://majles.alukah.net/showthread.php?t=697
20. http://www.dawateislami.net/book/library/ar#section:writer_0.0
21. http://www.pustakaaswaja.web.id/ ebook islami sunni
22. http://www.scribd.com/hatafk . disini banyak kitab yang langka seperti Kitab Tauhid karangan Abu Hasan Al Maturidy, kitab Asy Syamil karangan Imam Haramain dll. untuk dapat melihat semua kitab tersebut diharuskan untuk login terlebih dahulu
23. http://ebooks.roro44.com/
24.http://www.kt-b.com/articles-action-show-id-327.htm 25.http://arabicivilization2.blogspot.com/2010/02/701-800.html
READ MORE - Link Download Kitab-Kitab

[History] (Wajib Tau) Asal Mula Kata Jancok

Jancok, jancuk atau dancok adalah sebuah kata khas Surabaya yang telah banyak tersebar hingga meluas ke daerah kulonan (Jawa Timur sebelah barat, Jawa Tengah, dll). Warga Jawa Timur seperti Surabaya, Malang dll turut andil dalam penyebaran kata ini.

Jancok berasal dari kata ‘encuk’ yang memiliki padanan kata bersetubuh atau fuck dalam bahasa Inggris. Berasal dari frase ‘di-encuk’ menjadi ‘diancok’ lalu ‘dancok’ hingga akhirnya menjadi kata ‘jancok’.

Ada banyak varian kata jancok, semisal jancuk, dancuk, dancok, damput, dampot, diancuk, diamput, diampot, diancok, mbokne ancuk (=motherfucker), jangkrik, jambu, jancik, hancurit, hancik, hancuk, hancok, dll. Kata jangkrik, jambu adalah salah satu contoh bentuk kata yang lebih halus dari kata jancok.


Makna asli kata tersebut sesuai dengan asal katanya yakni ‘encuk’ lebih mengarah ke kata kotor bila kita melihatnya secara umum. Normalnya, kata tersebut dipakai untuk menjadi kata umpatan pada saat emosi meledak, marah atau untuk membenci dan mengumpat seseorang.
Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaian kata tersebut, makna kata jancok dan kawan-kawannya meluas hingga menjadi kata simbol keakraban dan persahabatan khas (sebagian) arek-arek Suroboyo.


Kata-kata ini bila digunakan dalam situasi penuh keakraban, akan menjadi pengganti kata panggil atau kata ganti orang. Misalnya, “Yoopo kabarmu, cuk”, “Jancok sik urip ae koen, cuk?”. Serta orang yang diajak bicara tersebut seharusnya tidak marah, karena percakapan tersebut diselingi dengan canda tawa penuh keakraban dan berjabat tangan.


Kata jancok juga bisa menjadi kata penegasan keheranan atau komentar terhadap satu hal. Misalnya “Jancok! Ayune arek wedok iku, cuk!”, “Jancuk ayune, rek!”, “Jancuk eleke, rek”, dll. Kalimat tersebut cocok dipakai bila melihat sesosok wanita cantik yang tiba-tiba melintas dihadapan. Hehe…


Akhiran ‘cok’ atau ‘cuk’ bisa menjadi kata seru dan kata sambung bila penuturnya kerap menggunakan kata jancok dalam kehidupan sehari-hari. “Wis mangan tah cuk. Iyo cuk, aku kaet wingi lak durung mangan yo cuk. Luwe cuk.”. Atau “Jancuk, maine Arsenal mambengi uelek cuk. Pemaine kartu merah siji cuk.”


Aku pertama diajarin temen-temenku, katanya gini, “jancuk itu permisi”. Jadi ntar kalo ada orang tua lewat, ntar kamu permisi, “jancuk mas, jancuk mas” gitu katanya…


“bahasa kotor lho itu”


“jorok, nggak baik, nggak asik aja didenger”


“jancuk? nggak ngerti deh apaan. cuman keknya orang kalo lagi marah-marah ngomongnya “jancok!”.”


“jancok itu fuck you”


“shit, bedebah, kayak gitu-gitu, kata kotor!”


“pokoke kalo mangkel ngomong itu sudah”


“hari ini, sampe setua ini saya belum pernah dipisuhi dengan kata-kata seperti itu”


“kalau kaya gitu ya agak risih juga sih, tapi lama-lama juga terbiasa”


“biasa aja, lama-lama niruin juga soalnya”


“ya lihat-lihat situasi sih. kadang marah, kadang bercanda thok”


“pertamanya nggak papa, karena ga tau”


“kadang seneng, kadang juga mangkel”


“jancuk? ya lihat ekspresi wajahnya. kalau jancuknya sambil ketawa, ya saya cuek saja. kalau jancuknya sambil marah-marah, ya saya tinggalin saja maksudnya gitu, gak usah direken ya mas ya.”


“jangan anggap nilai cinta itu omong kosong” ”


“jancok iku jan cocok ngono loh nek ambek kancane dewe”


“penting gak sih ngomong kek gitu?! ”


“jancuk itu jadi anak cukup keren”


“kata jorok yang sebenernya gak boleh diucapkan”


“tapi saat kata itu digunakan dalam suatu kelompok untuk menambah keakraban, misalnya “Hey cuk!” it’s no problem”
“kadang nek suwe gak ketemu “koen iku nangdi ae rek? jancok!”.”


“merupakan salam ciri khasnya Jawa Timur iku”


” dikasih W depannya tuh pake J biar mantep … juwancukkkk!! itu baru mantep”


Jancok Sebagai Identitas Arek Suroboyo

Surabaya adalah kelompok sosial yang bersifat heterogen. Keberagaman ras, etnis, maupun perbedaan pekerjaan menjadikan di kota ini berkembang sebagai metropolitan. Modernitas ini memupuk keberagaman secara kolektif dan kontinyu sehingga memiliki ciri khas (Dr. Achmad Habib,MA:2004).

Kesamaan dalam bentuk perilaku sehari-hari, konsep pemikiran, perspektif terhadap kehidupan, menjadikan masyarakat surabaya muncul loyalitas dan kebanggaan tersendiri. Banyak istilah yang mencerminkan kebanggaan arek surabaya seperti Bonek ataupun umpatan seperti jancok yang dibahas dalam artikel ini.

Jancuk dalam media komunikasi sebagai kosakata, atau lebih tepat jika dikatakan sebagai kata sapaan. Terlepas dari persoalan maknanya, jancuk dapat dipandang sebagai produk budaya dalam bentuk tradisi lisan. Dalam perkembangannya dapat berimplikasi, baik secara langsung, maupun tidak langsung terhadap masyarakat (Teeuw, 1984:65).

Dalam perkembangan yang begitu cepat, kata jancok menjadi populer. jancok menjadi simbol aksen/pengucapan dalam setiap aktifitas Arek Surabaya. Dalam perang kemerdekaan, kata jancok menjadi kata pengobar semanga pejuang. Coba perhatikan film perjuangan, Surabaya 10 November 1945, jancok dijadikan sebuah ungkapan untuk menumpahkan rasa kesal, kecewa ataupun motifator.

Pada dasarnya jancuk merupakan penanda masyarakat Surabaya yang berwatak yang keras, penuh perlawanan, spontanitas dan egaliter. Namun pada kenyataanya asumsi negatif tetap ‘dibebankan’ pada jancuk yang mempengaruhi perkembangan moralitas arek Surabaya. Pernyataan tersebut tidaklah salah, sebab memang secara harfiah, jancuk merupakan akronim dari kosakata yang ‘ditabukan’, namun disisi lain masyarakat Surabaya dikenal sebagai masyarakat yang dalam proses interaksi sosial menganut sistem masyarakat yang bersifat egaliter.

Sistem masyarakat yang bersifat egaliter adalah sebuah perilaku sosial dalam sebuah proses interaksi sosial yang tidak membeda-bedakan manusia, terutama dalam ruang lingkup kelompok sosialnya sendiri, dalam hal status dan derajat sosialnya (Kellner, 2003: 215)

Hal tersebut sepertinya menguatkan kepercayaan bahwa kata jancok sudah merupakan identitas arek Suroboyo, sekaligus kata salam atau sapaan yang menjadi suatu ungkapan yang mengandung arti kedekatan emosi sesuai dengan karakter arek Soroboyo. Namun demikian baik Sabrod. D Marioboro maupun Edi T. Samson mengatakan dalam penggunaannya harus tetap memperhatikan esensi, situasi, tempat dan kepada siapa kata itu diungkapkan dan ditujukan. Jangan sampai hanya kerena ‘jancok’ terjadi pertumpahan darah yang menumbangkan persatuan yang selama ini dibina.

source: beritaunik.net
READ MORE - [History] (Wajib Tau) Asal Mula Kata Jancok

KH. Abdul Jalil Tulungagung


KH. Abdul Jalil Mustaqim, KH. Mustaqim bin Husain, mursyid, PETA Tulungagung 

Hadlratus Syaikh Mustaqim bin Husain lahir di desa Nawangan, kecamatan Keras, kabupaten Kediri, pada tahun 1901 M. Ayah beliau bernama Husain bin Abdul Djalil, yang merupakan keturunan ke 18 dari Mbah Panjalu, Ciamis, Jawa Barat (Ali bin Muhammad bin Umar).

Ketika masih berusia 12-13 tahun, Hadlratus Syaikh Mustaqim bin Husain mengabdi kepada Kiai Zarkasyi di dusun Tulungagung. Beliau mengabdi dan belajar membaca Al-Quran serta ilmu agama kepada Kiai Zarkasyi. Pada usia tersebut, Hadlratus Syaikh Mustaqim bin Husain dikaruniai oleh Allah hati yang dapat berdzikir Allah, Allah, Allah …… tanpa berhenti.

Dari kekuatan dzikir yang demikian tadi, Hadlratus Syaikh Mustaqim bin Husain juga dikaruniai oleh Allah ilmu sirri atau ilmu mukasyafah . Beliau bisa mengetahui ilmu ghaib, alam barzakh dan alam jin, serta keinginan-keinginan yang terbersit di hati orang lain. Pada saat itu, Allah selalu menjaga beliau dari sifat-sifat madzmumah (sifat yang tercela).

Setelah beliau dewasa, Hadlratus Syaikh dinikahkan oleh Kyai Zarkasyi dengan putri dari Mbah H. Rois yang juga berdomisili di Kauman, yang bernama Ibu Nyai Halimah Sa’diyyah. Mbah H. Rois hanya mempunyai 2 anak, yang pertama bernama Sholeh Sayuthi, yang terkenal dengan sebutan Wali Sayuti. Yang kedua bernama Ibu Nyai Halimah Sa’diyyah yang dinikahkan dengan Hadlratus Syaikh Mustaqim.

Sebagai seorang suami, Hadlratus Syaikh melakukan kewajibannya dengan mencari nafkah untuk keluarganya dengan menjadi tukang potong rambut , tukang jahit sepatu dan berdagang. Hadlratus Syaikh pernah mendirikan toko yang diberi nama Bintang Sembilan. Meskipun kehidupan ekonomi keluarganya selalu memprihatinkan, pada saat itu beliau tidak pernah meninggalkan kewajiban untuk berbuat amar ma’ruf, yaitu dengan mengajarkan dzikir yang dimasukkan ke dalam jurus-jurus pencak silat.

Di zaman penjajahan Jepang, Hadlratus Syaikh mengalami suatu ujian bersama dengan para ulama seluruh Indonesia. Pemerintah Jepang menganggap bahwa para Ulama akan melakukan pemberontakan, sehingga para Kyai ditangkap, ada yang disiksa, dan banyak yang disakiti. Setelah selamat dari penyiksaan Jepang, Hadlratus syaikh meneruskan pengajarannya, yaitu dengan mengajarkan dzikir di dalam hati, serta akhlaqul karimah, terutama akhlaq kepada Allah.

Rumusan amalan-amalan beliau menekankan bahwa sebelum dan sesudah wirid harus meminta pada Allah agar mendapat 4 hal: 
1. Selamat di dunia dan akhirat. 
2. Hati yang bersih dari sifat madzmumah (sifat tercela). 
3. Kekalnya iman sampai sakaratul maut dan bisa membaca kalimat thayyibah, serta bisa husnul khatimah. 
4. Semua hal yang barakah, maslahah, manfaat di dunia dan akhirat.

Sebab-sebab KH. Mustaqim Menerima Thariqah Syadzaliyyah 
Menurut KH. Abdul Jalil Mustaqim, Romo KH. Mustaqim bin Husain sudah mempunyai hizib-hizib sebelumnya, seperti Hizib Baladiyyah, Hizib Kafi dan lain-lain. Pada suatu saat, murid Syaikh Mustaqim yang bernama Asfaham dari Ngadiluwih, Kediri, ketika riyadlah mengamalkan aurad Hizib Kafi dan masuk ke dalam maqam Jadzab Billah. Pada maqam jadzab tersebut, pak Asfaham berkelana sampai masuk Pondok Termas pacitan, Pak Asfaham berbicara banyak hal, termasuk mengajak beradu argumentasi (berdebat) kepada para Ustadz Pondok Termas Pacitan.

Pada saat itu, Syaikh Abdur Razzaq mengetahui bahwa ilmunya Pak Asfaham itu haq. Kemudian Syaikh Abdur Razzaq memanggil Pak Asfaham dan bertanya, “siapa gurumu?” kemudian Pak Asfaham menjawab bahwa gurunya adalah KH. Mustaqim dari Kauman Tulungagung.

Di lain waktu, Kyai Abdur Razzaq bertamu (sowan) kepada KH. Mustaqim. Dalam persowanan tersebut Kyai Abdur Razzaq meminta ijazah ‘ammah kepada KH. Mustaqim. Akan tetapi keduanya malah saling menghindar untuk menjadi guru. Pada akhirnya, keduanya sepakat untuk sama-sama saling memberikan ijazah. Romo KH. Mustaqim memberikan ijazah Hizib Baladiyah kepada Romo Kyai Abdur Razzaq. Dan Romo Kyai Abdur Razzaq memberikan baiat Aurad Syadzaliyyah.

Pada saat akan diberi baiat Aurad Syadzaliyyah, KH. Mustaqim menolak. Beliau berkata, “Aurad Syadzaliyyah itu berat, setahu saya ada amalan yang ngere (keluar dari rumah tidak boleh membawa bekal, makannya minta ke orang lain, membawa baju hanya satu setel saja untuk menutupi aurat)”. Romo Kyai Abdur Razzaq berkata, “Kalau anda pasti kuat”. Kemudian KH. Mustaqim jadi menerima baiat Aurad Syadzaliyyah dari Romo Kyai Abdur Razzaq. Setelah berjalan cukup lama, KH. Mustaqim sudah memberikan baiat kepada murid-murid yang menginginkan Aurad Syadzaliyyah. Romo Kyai Abdur Razzaq berkata, “Thariqah Syadzaliyyah ini nanti pusatnya akan pindah ke Kedung”, (yang dimaksud adalah akan pindah ke Syaikh Mustaqim Kauman, Tulungagung).

Pada tahun 1947 M, Romo Kyai Abdur Razzaq datang ke Tulungagung. Beliau sangat senang dengan KH. Abdul Jalil Mustaqim, dan pada saat itu KH. Abdul Jalil Mustaqim masih berusia 5 tahun. KH. Abdul Jalil Mustaqim digendong oleh Kyai Abdur Razzaq mengelilingi alun-alun Tulungagung. Sepertinya Romo Kyai Abdur Razzaq sudah mengetahui bahwa yang akan menjadi penerus guru mursyid setelah Syaikh Mustaqim adalah KH. Abdul Jalil Mustaqim.

Musibah di Zaman Penjajahan Jepang (1942-1945) 
Pada saat Jepang menjajah bangsa Indonesia , Jepang memaksa bangsa Indonesia untuk melakukan Seikerei , yang artinya pada saat matahari terbit, menghadap ke timur untuk menyembah kepada matahari (ibadah agama Shinto ). Dan pada saat jam 07.00 pagi harus membungkuk seperti posisi ruku’ menghadap ke utara agak serong ke barat menghadap ke arah kota Tokyo Jepang , untuk menyembah Tenno Haika, Raja Jepang. Kedua perintah Jepang tersebut dianggap musyrik oleh agama Islam. Oleh karena itu, Syaikh Mustaqim dan ulama lainnya menentang hal tersebut dan tidak mau melakukannya. Pemerintah Jepang mempunyai anggapan bahwa para ulama dan kyai akan melakukan pemberontakan kepada pemerintah Jepang. Sehingga pemerintah Jepang dengan biadabnya melakukan penyiksaan kepada para ulama termasuk Syaikh Mustaqim. Penyiksaan Jepang yang dialami oleh Syaikh Mustaqim antara lain: 
Tubuh beliau dijepit dengan satu bal es batu di dada, dan satu bal lagi di bagian belakang sambil tubuh beliau dirantai.
Beliau dijatuhkan dari ketinggian mencapai 10 meter.
Perut beliau diisi air lewat hidung dengan menggunakan pipa kecil, seperti yang dialami oleh kyai-kyai lainnya. Pada saat Jepang memasukkan air ke dalam hidung KH. Mustaqim, yang dimasuki air malah bukan hidung beliau, tetapi kantong ikat pinggang yang sedang beliau pakai.
KH. Mustaqim diberi keselamatan dari semua hal tersebut berkat perlindungan dari Allah.

Usaha Ekonomi 
KH. Mustaqim bin Husain mempunyai istri dan putra-putri. Beliau juga melakukan usaha secara lahir, yaitu dengan berusaha mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Beliau pernah menjadi tukang potong rambut, penjahit sepatu dan sandal, dan membuka toko yang bernama Toko Bintang Sembilan.

Akan tetapi semua usaha lahir beliau tersebut tidak ada yang kelihatan menghasilkan banyak uang. Sepertinya beliau hanya melakukan ikhtiyar secara lahir saja. Buktinya, pada saat Kyai Muslim (Alm) akan pergi mondok ke Pondok Mojosari Loceret Nganjuk, Kyai Muslim meminta uang kepada KH. Mustaqim, dan KH. Mustaqim menyuruh beliau untuk mengambil sendiri uang yang terletak di bawah kasur. Pada saat Kyai Muslim membuka kasur tersebut, ternyata yang ada di bawah kasur tersebut adalah uang semua. Tetapi Kyai Muslim hanya mengambil seperlunya saja.

Perkataan-Perkataan Hikmah 
Al-Maghfurullah KH. Mustaqim bin Husain jika berbicara (dawuh), banyak yang menggunakan kalam kinayah (kata sindiran) daripada kalam sharihah (kata terang-terangan). Begitu juga jika akan terjadi peristiwa yang aneh, beliau hanya memberikan isyarat saja.

KH. Mustaqim memelihara ayam yang sebelah kanan berwarna merah, dan yang sebelah kiri berwarna putih bersih. Pada bulan Rabi’ul Awal, KH. Mustaqim berkata, “Bangsa Jepang berada di Indonesia masih 6 bulan lagi”. Dan terbukti setelah sampai pada hari Jumat Legi tanggal 9 Ramadhan 1363 H, yang bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1945 M, Negara Indonesia merdeka dan mengibarkan bendera merah putih.

KH. Mustaqim bin Husain juga pernah mempunyai ayam yang berkaki satu, jika berjalan meloncat-loncat, di atas kepalanya dekat dengan jenggernya ditempati sarang lebah, jika ayam tersebut akan berpindah tempat, si lebah keluar dari sarangnya kemudian mengikuti ayam tersebut.

Begitu juga dengan KH. Abdul Jalil Mustaqim. Beliau pernah memelihara burung perkutut putih, dan selang beberapa tahun kemudian beliau memelihara burung gagak putih. Semua hal tersebut menunjukkan bahwa Mursyid Kamil itu tetap ada, tetapi sangat langka dan susah untuk dicari. Bisa ditemukan, tetapi harus lewat kesucian.

KH. Mustaqim bin Husain kalau dawuh kepada murid-muridnya kebanyakan memakai kalam kinayah , begitu juga dengan KH. Abdul Jalil Mustaqim. Menurut perkataan KH. Shadiq Muslih Al-Hajari, jika mendengarkan perkataan-perkataan KH. Mustaqim dan KH. Abdul Jalil Mustaqim, harus dengan berdzikir kepada Allah, supaya kita bisa memahami makna dari perkataan beliau tersebut, karena sumber-sumber perkataan beliau tersebut berasal dari asrarillah (dawuh sirri). Perkataan-perkataan tersebut antara lain: 
1. “Menjadi orang mukmin itu harus sering memotong kuku” 
Artinya: jadi orang mukmin itu harus menghilangkan sifat ‘ujub (merasa dirinya paling baik) dan supaya bisa ikhlas. 
2. “Menjadi murid thariqah itu seperti orang yang antri karcis di loket. Terkadang didesak oleh temannya, diserobot gilirannya, dan ketetesan keringat temannya. Akan tetapi semua itu jangan dihiraukan, tetaplah menghadap ke loket”. 
Artinya: menjadi murid thaariqah itu terkadang mendapatkan gangguan dari orang lain, keluarga, bahkan dari sesama murid. Jangan hiraukan dan tetap menghadap ke depan. Hanya berharap barakah kepada guru mursyid supaya bisa cepat mendapat tiket pesawat Thariqah Syadzaliyyah. 
3. “Mencari ilmu di depan guru mursyid harus seperti orang yang mencari rumput, tapi jangan seperti orang yang mencari rumput”. 
Artinya: orang yang mencari rumput jika melihat ke bawah, akan mendapat rumput yang banyak, wadahnya cepat penuh. Tetapi jika melihat ke tempat lain, sepertinya rumput yang kita lihat di tempat yang lebih jauh terlihat lebih subur daripada rumput yang ada di dekat kita. Kenyataannya, rumputnya sama saja, bahkan lebih sedikit. Karena kebanyakan pindah-pindah maka waktunya habis dan wadah rumputnya tetap kosong. Orang yang mencari ilmu haqiqat harus menghadap pada satu guru, jangan sampai melirik guru yang lainnya. Malah akan menjadi hijab (penghalang) keberhasilannya. Kecuali jika diizini oleh sang guru. KH. Abdul Jalil Mustaqim pernah berkata, “Jangan berpoligami!” . Artinya, jika mengamalkan amalan Syadziliyyah tidak boleh mengamalkan amalan lainnya yang batal, atau yang tidak seizin guru mursyid.

Maqam dan Derajat KH. Mustaqim bin Husain 
Pada tahun 1953, KH. Mustaqim bin Husain menerima dawuh sirri, bahwa yang akan meneruskan kemursyidan nanti adalah KH. Abdul Jalil Mustaqim (putra KH. Mustaqim). Pada saat itu, KH. Abdul Jalil Mustaqim sudah mulai disuruh membaiat, meskipun pada saat itu beliau masih berusia 11 tahun.

Pada tahun 1981, Ibu Nyai Hj. Halimah Sa’diyah (istri KH. Mustaqim), Ibu Nyai Hj. Anni Siti Fatimah (putri KH. Mustaqim), serta Bapak H. Jam’an Prawiro, S.H (putra mantu KH. Mustaqim), bersama-sama melakukan ihram haji dan umrah. Ibu Nyai Hj. Anni Siti Fatimah dan Bapak H. Jam’an Prawiro, S.H mengamanatkan haji buat KH. Mustaqim yang dilaksanakan oleh H. Masduqi Tunjung, Udanawu, Blitar, di mana pada saat itu H. Masduqi masih bermukim di Makkah. Serban dan sertifikat KH. Mustaqim disimpan oleh KH. Arif Mustaqim. Sebelum menerima sertifikat tersebut, KH. Arif Mustaqim sudah inkisyaaf (diperlihatkan hal-hal sirri) bertemu dengan KH. Mustaqim yang menggunakan jubah, kopiah dan sorban (menggunakan pakaian haji).

KH. Mustaqim dikaruniai kelebihan oleh Allah bisa berbicara dengan menggunakan bahasa orang yang sedang bertamu (sowan). Menurut K. Lamri Kedung Sigit, Karangan, Trenggalek, KH. Mustaqim pernah menerima tamu dari India yang tidak membawa penerjemah bahasa. KH. Mustaqim langsung menemui tamu tersebut dan bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa India. K. Lamri tetap mendengarkan pembicaraan beliau sambil menyapu di halaman mushalla.

Menurut Pak Ahmad bin Badri Jeli, Karangrejo, Tulungagung, pada saat dia berkelana selama 18 tahun, hingga anak dan cucunya lahir dia tidak mengetahuinya. Di dalam perjalanan berkelananya, dia sempat bertamu (sowan) kepada KH. Muhammad Dalhar Magelang (yang makamnya ada di Gunung Pring), Pak Ahmad bin Badri ditanya oleh KH. Muhammad Dalhar, “Anda dari mana?”. Kemudian Pak Ahmad bin Badri menjawab bahwa dia berasal dari Jeli, Karangrejo, Tulungagung. Kemudian KH. Muhammad Dalhar bertanya lagi, “Sudah tahu KH. Mustaqim Kauman Tulungagung?. Pak Ahmad bin Badri menjawab, “Sudah, saya sudah tahu beliau. Malah bapak saya ikut amalan thariqah KH. Mustaqim”. Kemudian KH. Muhammad Dalhar berkata, “Bahwa KH. Mustaqim itu adalah Wali Quthub yang derajat kewaliannya mastur”.

Padahal di daerah Tulungagung dan sekitarnya, banyak yang tidak mengetahui KH. Mustaqim. Yang mereka ketahui hanya Pak Takim tukang potong rambut.

KH. Mustaqim juga membaiat Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Qadiriyah wa Al-Naqsyabandiyah. Beliau menerima baiat dari KH. Khudlari bin Hasan Malangbong, Garut, Jawa Barat. KH. Mustaqim menimba ilmu yang banyak sekali dari KH. Khudlari bin Hasan, termasuk belajar ilmu syari’at lengkap selama 6 bulan.

KH. Mustaqim bin Husain Wafat 
Pada tahun 1970, pada hari Ahad tanggal 1 Muharram setelah Ashar, di mana di situ terdapat 4 orang yang menemani KH. Mustaqim yang sedang naza’ . Salah satunya adalah Mayor TNI AD Shomad Srianto (mantan komandan KODIM Tulungagung). Pada saat naza’ , KH. Mustaqim kelihatan nafasnya tersendat-sendat (idlthirob) dan sesak nafas. Akan tetapi sesak nafas beliau ini bukan berarti tanda-tanda su’ul khatimah . Menurut kitab Tanbihul Mughtarrin halaman 45, jika ada guru mursyid pada saat naza’ -nya terlihat kesakitan dan sesak nafas/nafas tersendat-sendat, itu dikarenakan dua hal: 
1. Karena sangat senang akan bertemu dengan Allah. 
2. Karena rasa kasihan beliau kepada semua murid beliau, ingin memberikan pendidikan (tarbiyah) kepada para murid hingga mencapai ma’rifat billah . 
Oleh karena itu, karena saling tarik menariknya dua hal tersebut, sehingga jasad beliau terlihat mengalami nafas tersendat-sendat.

Putra-Putri KH. Mustaqim bin Husain dengan Ibu Nyai Hj. Halimah Sa’diyah 
1. Ibu Nyai Thowilah Sumaranten. 
2. Bapak KH. Arif. 
3. Bapak Muhsin. 
4. Bapak Yasin. 
5. Ibu Maratun. 
6. Bapak KH. Abdul Ghafur. 
7. Ibu Nyai Hj. Anni Siti Fatimah. 
8. Bapak KH. Kyai Ali Murtadlo. 
9. Romo KH. Muhammad Abdul Jalil. 
10. Ibu Nyai Siti Makhfiyah. 
11. Bapak Hanshon Athlab
READ MORE - KH. Abdul Jalil Tulungagung
 

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.